By Jakongsu
Rencanaku mau berkeliling Eropa pada
musim panas tahun ini jadi berubah total. Aku semula hanya berencana
akan tour ke Eropa sendirian, tetapi ketika aku bercerita bahwa pada
Bulan Juli nanti aku akan cuti sekitar 2 minggu, mereka mencecarku aku
bakal pergi kemana.
Tanpa berharap apa-apa aku dengan polosnya
bercerita akan keliling Eropa. Aku belum pernah ke Negara-negara di
Eropa, tetapi dari cerita dan informasi yang kuketahui, banyak tempat
menarik di sana.
Jika anda sebelumnya membaca rangkaian ceritaku
berjudul “HAREM”, maka pasti paham bahwa aku bekerja sebagai therapis
melalui cara refleksi dan hipnotis. Pasienku banyak terutama setelah aku
berhasil mengurangi bobot tubuh mereka yang tambun. Aku sempat
kewalahan melayani panggilan, sehingga untuk membatasi permintaan atau
order, aku minta managerku Bu Rini untuk menaikkan biaya terapi. Namun
setelah harga dinaikkan sampai tergolong mahal, permintaan terapi tidak
berhenti. Cerita mengenai itu sudah saya uraikan di dalam cerita HAREM
10.
Kembali ke soal rencanaku akan keliling Eropa , ada sekitar 8
orang yang menyatakan berminat. Mereka tertarik berpergian bersama ku,
karena mereka sebenarnya adalah pasien-pasienku yang sudah fanatik.
Jalan-jalan ke Eropa bagi mereka bukan hal baru. Mereka adalah ibu-ibu
yang berlimpah harta, tetapi senang sekali berselingkuh dengan ku. Apa
sebabnya mereka menyenangiku, mereka punya jawaban yang berbeda-beda.
Soal itu aku tidak terlalu mau dipusingkan.
Pilihan waktu untuk
perjalananku ke Eropa adalah musim panas bulan Juli. Pada musim panas,
saya yang terbiasa hidup di alam tropis pasti tidak terlalu sulit
menyesuaikan iklim. Lagi pula kalau di musim dingin pasti banyak
keterbatasan, dan beban jadi berat. Sebab harus bawa baju tebal, over
coat ah banyaklah. Kalau musim panas kan bisa cuma pakai Tshirt.
Dari
8 ibu-ibu yang semula menyatakan akan ikut, akhirnya hanya 5 yang
kemudian memastikan ikut. Mereka sangat antusias, dan kelihatannya
masing-masing punya alasan untuk ikut bersamaku. Kelima ibu-ibu itu
kebetulan sudah saling kenal, jadi aku agak ringan juga. Kalau tidak
nanti bakal jadi kerjaan untuk mengakurkan antar sesama mereka.
Mereka berpamitan kepada suami mau tour ibu-ibu ke Eropa. Pastinya mereka menyembunyikan kesertaanku. Mauku memang begitu.
Mereka
semuanya dari kalangan the haves. Aku yang semula mau back peckers
berubah jadi 1st class tour. Mereka bersikeras harus naik pesawat “ SA”
dan kelas satu pula. Hotel-hotelnya juga maunya bintang 5. Aku tidak
bisa menolak kemauan itu, sebab mereka pula yang membayar semua biaya
ku. Akhirnya jadwal yang tadinya sudah tersusun rapi dan sebagian malah
sudah book, jadi berantakan. Aku perlu 1 minggu untuk mengatur kembali
jadwal dan hotel. Bagaimana aku tidak pening, mereka minta harus kamar
suite dan kamar yang berdampingan, atau minimal satu lantai. Booking
hotel yang begini maunya rada susah dan makan waktu. Tapi akhirnya semua
teratasi dan penggetahuan ku jadi makin mantap soal mengatur
perjalanan.
Tujuan kami yang pertama adalah Amsterdam Belanda.
Penerbangan dari Jakarta singgah dulu ke Singapura, lalu langsung ke
Amsterdam. Sampai di sana pagi hari. Di Airport aku harus mencari
limosin dengan 6 seat. Kami langsung menuju hotel yang kupilih di
downtown. Karena aku tidak pernah ke Amsterdam, maka pemilihan hotel ya
berdasarkan common sense aja.
Di Amsterdam jadwalnya 3 hari 2 malam.
Kami mendapat 2 kamar suite yang besar dan masing-masing kamar ditambah 1
ekstra bed. Sebenarnya untuk aku tidak perlu ekstra bed, karena sofa di
kamar bisa diubah menjadi bed juga. Namun karena kami chek in berenam,
maka front Office mengatur ada ekstra bed di tiap kamar.
Baru juga
masuk kamar, ibu-ibu sudah sibuk mau jalan-jalan ke departement store.
Aku minta mereka bersabar untuk istirahat dulu sekitar 2 jam. Sebab
badan dari daerah tropis harus disesuaikan dulu dengan iklim Eropa. Aku
juga perlu waktu untuk mempelajari kota ini, agar ibu-ibu rombonganku
nanti bisa toru dengan waktu yang efisien.
Aku sekamar dengan Bu Dina
dan Bu Veni. Di kamar lain bergabung Bu Henny, Bu Vence dan Bu Shinta.
Kamar yang kami tempati sangat mewah dan luas, ada ruang tamu dan ada
kamar tidur. Interiornya bergaya klasik
Sejak dari airport sampai
waktu chek in aku rajin mengumpulkan brosur-brosur mengenai Amsterdam
dan Belanda. Aku sendiri sudah punya catatan tempat-tempat yang menarik
untuk dikunjungi. Tapi dasar ibu-ibu tidak ada tempat yang menarik
selain tempat belanja .
Aku mengambil kesempatan pertama untuk
membersihkan diri dan bab. Dari berangkat aku belum sempat buang hajat.
Aku juga paham kalau aku menunggu mereka mandi, pasti lama Setelah badan
segar aku turun ke lobby untuk memesan MPV, bagi mengangkut rombongan.
Sisa
waktu pada hari pertama kami dihabiskan untuk mengunjungi beberapa
tempat-tempat belanja. Kebetulan Bu Vence sudah beberapa kali ke
Amsterdam, jadi dia tahu tempat-tempatnya.
Kami kembali ke kamar
sekitar jam 9 malam. Badan sudah lelah sekali rasanya. Jetlag dan lelah
dari city tour tadi bertumpuk. Aku segera membersihkan diri dan langsung
berusaha tidur secepatnya. Sementara itu para mami-mami sedang heboh
dengan barang yang mereka beli tadi. Suara kresek-kresek dari bungkusan
rasanya nggak ada habis-habisnya. Aku tidak tahu berapa lama aku
tertidur dan terbangun karena merasa suara di kamar ini makin ramai.
Rupanya Bu Shinta, Hu Henny dan Bu Vence ada di kamar ini. Pantas kayak
pasar, ramainya.
Aku hanya bisa memandangi mereka sambil memainkan
remote TV berganti-ganti chanel. Acaranya kebanyakan pakai bahasa
Belanda. Melihat pay TV juga bosan, karena film XXX gitu-gitu juga, dan
banyak di Jakarta. Akhirnya aku nonton discovery .
“Jay malam ini ada acara nggak,” tanya Bu Shinta.
Aku
jawab malam ini acaranya istirahat. Akhirnya mereka kembali ke kamar.
Bu Dina sudah masuk kamar mandi, Bu Veni masih beres-beres. Mereka
berdua sohiban, jadi tidak mau dipisah.
Aku sempat tidur 3 jam dan
badanku sudah terasa segar, tapi perut jadi lapar. Jam di meja kulihat
sudah menunjukan jam 12 malam, kalau di Jakarta mungkin masih jam 5
sore. Jam tubuhku menuntut makan malam, padahal tadi sudah makan sebelum
kembali ke hotel.
Aku melihat menu di lembar room service, yang
menarik hanya steak. Rasa hanya itu saja yang aku mengerti, lainnya
nggak jelas. Bu Veny kutawari makan dia hanya mau kentang goreng dan Bu
Dina minta sandwich.
Pesanan kami datang dan dengan sigap Bu Dina
yang baru selesai mandi langsung mengambil bill dan ditandatanganinya
serta tak lupa menyelipkan tips 5 euro. Waiternya manggut-manggut lalu
berucap terima kasih. Eh dia ngerti bahasa Indonesia rupanya.
Perut
kenyang, badan sudah segar dan mau tidur lagi belum ngantuk. Aku kembali
terbenam menyaksikan acara televisi. Kali ini aku menyaksikan saluran
HBO dan filmnya cukup bagus. Bu Dina yang duduk menemaniku di ruang tamu
tidak bertahan lama, matanya mulai berat dan akhirnya dia beranjak ke
tempat tidur. Bu Veny yang baru selesai mandi menemaniku sambil
mengunyah kentang goreng. Aku menikmati bir dari mini bar.
Sofa
tempat kami menonton TV kemudian aku ubah menjadi bed dan kami berdua
menonton sambil tiduran. “ Kamu pijetin aku dong Jay, kamu kan udah
tidur tadi ya, “ kata dia.
Bu Veny lalu telungkup dan aku memulai
ritual pijatan. Badan Bu Veny masih kencang meski usianya sudah
menjelang 40. Dia termasuk pasienku yang berhasil menurunkan berat
sekitar 15 kg. Kami sudah sering berhubungan badan, jadi tidak ada rasa
sungkan lagi. Dia bahkan kalau lagi horny sering nelpon aku hanya untuk
dipuaskan. Malam itu dia rupanya jadi horny setelah setengah jam
dipijat. “ Pijatnya udahan ah sekarang service aja,” katanya sambil
menarik dan memelukku.
Aku segera tanggap. Aku memulai ritual
mencumbu Bu Venny. Dengan sentuhan halus dan gerakan yang halus aku
menciumi seluruh tubuhnya sampai seluruh bajunya terkupas. Ruang tamu
sejak tadi sudah diredupkan, TV sudah mati. Babak pertama adalah oral.
Bu Venny termasuk paling suka aku oral. Kata dia oralku halus . Sekitar
30 menit aku gunakan untuk mengoralnya di mencapai O dua kali. Tapi
rupanya itu tidak cukup karena dia minta aku menyebadaninya juga.
Kemauannya mana mungkin aku tolak, karena selain senjataku sudah siap
dari tadi, dia juga termasuk yang membayari aku untuk perjalanan ini.
Aku tau kelemahan Bu Venny adalah pada posisi dog style. Sementara aku
pada posisi itu agak kurang suka karena vagina rasanya kurang menjepit.
Aku langsung mengatur posisi perempuan nungging. Dengan gerakan ganas
aku pompa lubang vagina Bu Venny. Entah kenapa dia bisa langsung on dan
mendengus-dengus kayak lembu . Aku memang berusaha menghunjam ke arah
dinding dimana terletak Gspot.. Baru 10 menit Dia langsung ambruk karena
Orgasmenya, yang kata dia enaknya sampai ke awang-awang. Karena lagi
nungging meski dia jatuh tengkurap aku masih meneruskan pemompaan .
Kuatur agar kdua kakinya rapat sehingga memberi dampak penisku lebih
terjepit. Rasanya jadi nikmat sehingga aku pun akhirnya meletus, tetapi
ku semprotkan di luar. Masalahnya aku kasihan pada Bu Venny yang sudah
lemas dan ngantuk berat harus bersusah-susah membersihkan V nya ke kamar
mandi.
Sementara aku berasyik ria dengan Bu Venny Bu Dina sudah
mendengkur. Aku kembali berpakaian dan mau start tidur, tetapi rasa
ngantuk belum ada. Jadi melanjutkan nonton TV lagi. Badanku masih
mengikuti jam Jakarta. Di Jakarta baru jam 9 malam, jadi memang jam
segitu biasanya aku belum tidur.
Belum film yang aku tonton habis, Bu
Dina sudah bangun. Dia tergopoh-gopoh menuju ke kamar mandi. Kebelet
pipis rupanya. Sekembali dari kamar mandi dia menghampiri Venny. “ Lho
anak ini kok tidur disini sih, “ kata bu Dina sambil membuka selimut.
“Oh pantesan rupanya dia udah supper (makan besar) duluan ,” Bu Dina
lalu menutup kembali selimut.
Dia lalu menyeretku masuk ke kamar.
Diambilnya parfum, badanku di semprot dari atas ke bawah, depan
belakang. Aku menduga dia mau menghilangkan aroma Venny dari tubuhku.
Apa boleh buat. Dikupasnya bajuku satu persatu, sampai bugil. Batang
penisku belum berdiri, tapi sudah mulai terisi. Dalam posisi aku berdiri
di samping tempat tidur dan dia duduk penisku diciuminya. Untung tadi
sudah kubersihkan dengan sabun. Jadi pasti baunya wangi.
Penisku
diciuminya dan mulai dikulum-kulum. Diperlakukan begitu, penisku
pelan-pelan mengembang di dalam mulut Bu Dina. Ibu yang satu ini suka
sekali merangsang dirinya melalui merangsang lawan mainnya. Dia akan
terangsang jika melihat lawan mainnya juga terangsang.
Mulanya dia
mengulum pelan-pelan lalu sesekali menyedot. Selanjutnya dia
menjilat-jilat buah zakarku dan kadang-kadang dicaploknya. Teganganku
sudah bangun 100 persen. Melihat aku terangsang, Bu Dina makin giat
mengulum bahkan terasa sekali dia sangat bernafsu. Aku mulai menurunkan
dasternya dan meraba kedua dadanya yang montok. Bu Dina lalu membantuku
sehingga di pun kini telanjang bulat. Aku diminta telentang lalu Bu Dina
menciumi seluruh tubuhku. Aku menggeliat-geliat kegelian dan menahan
rangsangan. Bu Dina jadi makin bersemangat. Dia rupanya sudah tidak
tahan lagi lalu aku dikangkanginya. Bless batangku habis tertelan vagina
Bu Dina. Dia lah yang mengendalikan permainan sampai akhirnya dia
mencapai orgasme. Bu Dina jatuh telungkup di badanku sambil liang
kemaluannya masih berkedut.
Aku ingin membalikkan posisi, tetapi
ditahannya. Dia rupanya masih ingin di posisi ini menikmati sisa
orgasmenya. Aku diam saja sambil mengelus-elus punggungnya. Setelah
sekitar 10 menit panggul Bu Dina mulai bergerak naik turun. Mulanya
bergerak pelan. Namun kemudian bergerak lebih cepat sampai kadang-kadang
batangku terlepas. Dia memasukkan lagi dan kembali memompa. Tidak puas
di posisi telungkup, Bu Dina bangkit lalu sambil duduk bersimpuh dia
melakukan gerakan maju mundur. Aku berusaha menahan rangsangan dan dalam
posisi WOT itu memang bisa kulakukan . Bu Dina mulai bersuara agak
keras sampai akhirnya dia ambruk kembali menimpa badanku. Peluhnya
membsahi seluruh tubuh. Dia rupanya sudah mencapai titik lelah
tertingginya, sehingga ketika kubalik dia pasrah.
Bergantilah
sekarang aku mengendalikan keadaan. Aku mulai memompa dengan gerakan
konstan. Bu Dina sudah pasrah dan diam seperti batang pisang. Namun
titik sesnsitifnya di dalam vagina kena gerus terus menerus akhirnya dia
mengimbangi gerakanku. Kami orgasme hampir bersamaan. Aku lebih dulu
beberapa detik. Sementara penisku berkonstraksi di dalam vaginanya dia
kesetrum ikut juga berkedut dan bahkan dia histeris lalu memelukku erat
sekali.
Setelah reda aku bangkit dan kekamar mandi dalam keadaan
bugil sambil menenteng baju ku. Di kamar mandi aku membersihkan diri
lalu berpakaian kembali. Handuk kecil yang ada di toilet aku basahi
dengan air panas lalu kuperas sedikit. Sekujur badan Bu Dina aku seka
untuk menhilangkan bekas keringat, aku balik untuk kedua kalinya dengan
handuk panas dan kali ini khusus untuk membersihkan vagina Bu Dina yang
meleleh. Aku bersihkan celah-celah vaginanya dengan handuk panas sampai
tuntas dan bekas lelehan cairan bu Dina dan spermaku ku tutup dengan
bedak talk .
Kami main di atas bed cover jadi sprei di tempat tidur
masih tetap bersih. Bu Dina kagum dengan ketelatenanku. “ Jay sini “
panggil bu Dina yang sudah membujur dan kututupi selimut. Diciumnya
kedua pipiku, “ Makasih ya Jay, kamu perhatian sekali,” katanya yang
tidak lama kemudian sudah mulai mendengkur. Bu Dina tidur dalam keadaan
telanjang.
Bu Venny yang masih tertidur di ruang tamu ku bangunkan
lalu kubimbing untuk tidur di tempat tidur di samping Bu Dina. Dia masih
ngantuk berat, sehingga tidak hirau ketika kubimbing dia dalam keadaan
bugil. Kumasukkan dia kedalam selimut dan kucium pipinya kiri kanan.
Wajahnya mengembang senyum tidak lama dia juga lelap.
Aku masih ingin menonton TV, maka aku tiduran di ruang tamu. Aku tidak sadar sampai akhirnya tidur sambil memegang remote.
Aku
terbangun dan pikiranku masih agak bingung. “ Aku dimana ya sekarang,”
ada sekitar 10 detik aku baru sadar. Sekarang ada di Amsterdam. Aku
memimpin 5 ibu-ibu untuk tour ke Eropa. Aku menjadi leader, tetapi aku
sendiri belum pernah ke Eropa. Sementara itu peserta tourku semuanya
sudah pernah ke Eropa, terutama ke Belanda.
Jam menunjukkan 06 pagi.
Hari ini acaranya akan berkeliling ke beberapa kota dan ada satu acara
yang sudah kuatur untuk ibu-ibu adalah pertama mengunjungi Heineken.
Lalu makan siang di restoran Indonesia.. Setelah itu mengunjungi pasar
keju dan yang terakhir ada acara kejutan, yakni belajar masakan belanda
di desa dekat kincir angin.
Aku segera bebenah dan membersihkan
badan. Rasanya badanku tidak terlalu berkeringat, tapi kalau tidak mandi
rasanya rada risih juga. Bu Dina dan Bu Venny masih tidur nyenyak.
Selesai aku mandi dan rapi dengan kaos oblong dan jean aku kembali
memeriksa jadwal dan peta Belanda.
Ada deringan telepon. Suara itu
membangunkan kedua ibu. Aku segera mengangkat dan sudah menduga pasti
dari kamar sebelah. Bu Henny menanyakan, jam berapa kita turun sarapan.
Aku memastikan masih ada satu setengah jam lagi, Mereka juga tanya soal
acara hari ini.
Bu Dina bangkit dari tempat tidur dan heran melihat
diriku. “ Pagi-pagi gini kok sudah rapi rajin amat ,” katanya sambil
mengucek-ngucek mata. Di lihatnya Bu Venny masih anteng tidur. “ Ayo
bangun udah siang liat tuh si Jay udah rapi,” kata Bu Dina sambil
menyingkap selimutnya. Semalam Bu Venny tidur telanjang, Bu Dina juga.
Bu
Venny teriak kecil sambil tangannya menutup kedua payudaranya. Dia lalu
berbalik dan berganti menarik selimut yang menutupi Bu Dina. Bu Dina
yang sedang duduk di kasur tidak menyangka akan mendapat balasan secepat
itu . “ Gila lu,” katanya menggerutu dan dia makin membuka selimut yang
menutupi Bu Venny. Mereka akhirnya saling menelanjangi temannya.
“Ah
nggak perlu malu, si Jay udah puas lihat kita telanjang, “ kata Bu
Venny yang lalu duduk telanjang sambil bersila. Bu Dina akhirnya juga
duduk bersila sambil tetap bugil. Kedua ibu-ibu itu susunya
montok-montok meski agak turun sedikit. Tapi cukup okelah untuk wanita
di umur 40-an.
“Apa acara kita hari ini Jay,” tanya Bu Dina.
Aku
minta mereka sudah siap satu jam setengah lagi untuk bersama-sama turun
ke bawah sarapan pagi. Bu Venny bergegas ke kamar mandi melenggang
dengan tubuh bugilnya. Kelihatannya dia kebelet, nggak tahu kebelet
pipis atau bab.
Aku turun ke lobby untuk memastikan pesanan mobil
yang akan kami carter hari ini sudah konfirm. Di lobby aku juga
menelepon calon guide yang aku kontak sejak masih di Jakarta. Dia adalah
gadis Belanda yang mendalami bahasa Indonesia. Usianya tidak terpaut
jauh dengan aku. Semua sudah konfirm dan Vony demikian nama guide gadis
Belanda itu akan tiba di hotel kami pukul 9 pagi.
Aku tidak kembali
ke kamar, tetapi ke kamar sebelah dimana 3 wanita STW menginap. Sebelum
masuk kamar aku menelepon dulu dari lobby. Bu Shinta rupanya yang
mengangkat. Dia ternyata sudah siap dan rapi, tapi Bu Henny dan Bu Vence
sedang membenahi barangnya mereka belum mandi dan hanya pakai celdam
saja. Bu Shinta mengangkat telepon ku di kamar mandi, jadi
pembicaraannya tidak didengar teman sekamarnya. Aku minta dia membuka
pintu kamarnya dan biarkan sedikit terbuka, aku akan masuk tiba-tiba.
Tidak sampai 5 menit aku sudah di depan kamar mereka. Dengan gerakan
mengendap aku masuk dan langsung menuju kamar tidur. Bu Vence dan Bu
Henny berteriak kaget sambil menutup buah dadanya.
Gerakan reflek
seorang wanita setengah telanjang. Setelah mereka tahu bahwa tamunya
adalah aku mereka lalu menggerutu “ sialan, gue kirain room boy, “ kata
Bu Vence.
“Iya nih pagi-pagi udah bikin jantung orang deg-degan,” kata Bu Henny.
Bu
Shinta yang berdiri di belakang ku tertawa geli sambil menutup mulut. “
Ini idenya Jay lho jangan nyalahin gue,” kata Bu Shinta.
Mereka lalu
kembali biasa lagi membiarkan buah dadanya bergelantungan. Mereka sadar
bahwa aku sudah sering melihat mereka telanjang dan bahkan sudah lebih
dari itu.
Bu Henny mengemasi baju yang akan dipakainya lalu
masukkamar mandi. Aku menunggu mereka sambil memainkan remote control
TV. Rupanya sofa di kamar mereka tidak digelar menjadi bed. Aku duduk
santai menyaksikan chanel-chanel siaran pagi.
Bu Shinta sibuk dengan
belanjaannya kemarin dan mengepaknya ke dalam koper. Bu Vence masih
mondar-mandir hanya dengan celdam. Nonton TV lama-lama aku ngantuk.
Kaget
mendadak sontak karena ada yang duduk dipangkuanku. Ketika kulihat ada
tetek di depanku dan itu adalah Bu Vence. “Jay sambil nunggu Bu Henny
pijetin dong tetekku, kamu kalo mijet bagian ini paling jago,” katanya.
Permintaannya
tidak bisa ku tolak. Acara nonton tv jadi terhalang oleh sepasang susu
putih yang cukup menggelembung. “ Aduh Jay enak, jay, jilat juga dikit
dong Jay. “
Bu Vence pagi-pagi gini sudah ingin dirangsang. Bu Shinta
yang tadi sibuk berbenah sudah duduk di sebelahku. Mulanya dia
berkomentar mencela Bu Vence, pagi-pagi udah on. Tapi Bu Vence tidak
perduli malah menggeliat-geliat di pangkuanku.
Mungkin dia terangsang
juga sehingga tangannya kemudian meremas-remas penisku dari luar. Tidak
puas dari luar tanggannya dipaksakan menerobos celana ku dari atas.
Penisku digenggamnya meski masih terhalang celana dalam. Dia lalu
berusaha membuka celana ku sampai penisku bisa menikmati udara bebas.
Penisku dikocok-kocok Bu Shinta. Aku jadi makin terangsang gara-gara
kedua STW ini.
Aku lalu menawarkan kepada mereka berdua untuk sarapan
O. Mereka tanya apa itu, Keduanya lalu ku gelandang ke ruang tidur dan
Hu Shinta kuminta membuka kembali bajunya dan Bu Vence membuka
celananya. Bu Vence aku oral dan ko colok jariku ke dalam vaginanya.
Berhubung dia sudah mendapat foreplay lama maka cukup 2 menit sudah
menggelepar nikmat. Bu Shinta kutarik celana dalamnya dan aku mulai
mengoral. Baru aja mulai, masuk Bu Henny. “ Eh kalian apa-apan pagi-pagi
udah pada begituan,” katanya sambil berjalan dengan hanya berbalut
handuk.
Bu Shinta tidak perduli di malah mengerang-erang nikmat. Bu
Henny sambil berdiri memperhatikan tingkah laku kami. Sedangkan Bu Vence
tidur telentang seperti orang pingsan.. Bu Shinta agak lama , lebih
lama dari Bu Vence baru dia menjerit karena orgasme.
“Ah sialah kalian gua jadi pengin juga, ayo sekarang giliran gua,” kata Bu Henny.
Bu
Henny lalu mengambil posisi telentang di tempat tidur dan aku segera
menggarap perlahan-lahan. Aku tidak memulai dari oral di vagina, tetapi
menciumi dadanya, putingnya lalu turun ke selangkangannya. Setelah
terasa ada cairan membasahi celah vagina bu Henny aku baru memulai
ritual oral. Bu Henny sekarang mendesah-desah. Tapi karena aku melakukan
oral yang maksimal terhadap titik didih bu Henny maka sekitar 5 menit
dia sudah berteriak keenakan..
Selesai sudah 3 hamburger Big Mek aku
lahap pagi ini. Cairan 3 wanita itu berselemak di sekitar mulutku. Aku
bangkit dan merapikan pakaian lalu membersihkan diri ke kamar mandi.
Sebelum aku meninggalkan kamar aku minta kepada mereka agar sudah turun
kebawah untuk sarapan pagi sebelum jam 9. Aku minta bawa barang yang
perlu dibawa, agar selesai sarapan tidak perlu naik ke kamar lagi.
Ketika
aku masuk ke kamarku Bu Dina dan Bu Venny sudah rapi. Baru 1 hari
barang belanjaannya sudah banyak. Aku kembali mengingatkan komitmen
sebelum berangkat agar tidak membeli oleh-oleh dan belanja barang. Nanti
akan kerepotan dan berat. Apalagi perjalanan masih jauh dan panjang.
Mereka
akhirnya berjanji tidak akan belanja lagi kecuali yang akan mereka
pakai. Tempat perbelanjaan di depan masih banyak dan makin menarik,
seperti Paris, Madrid, Berlin dan masih banyak lagi.
Kami lalu
berbarengan keluar kamar. Sambil menuju lift kami mampir di kamar
sebelah dan setelah di ting tong penghuninya keluar dengan tampang
seger-seger. Di lobby aku sudah ditunggu sih Vonny, wuihh cakep nih bule
dan supir limosin. Vonny kuajak masuk coffe shop untuk sarapan. Dia
nolak katanya sudah sarapan, tapi kemudian nurut juga ketika aku minta
berkenalan dengan anggota rombongan.
“Buset dah si Jay katanya belum
pernah ke Belanda, tapi pagi-pagi gini udah disamperin cewe Belanda,
mana cakep lagi,” goda Bu Henny.
Aku perkenalkan satu persatu anggota
rombongan dan kepada anggota rombongan aku jelaskan bahwa Vonny adalah
pemandu yang akan menjadi penerjemah sekaligus guide.
Selesai makan
pagi sudah hampir jam 10 kami berangkat dengan mobil berkapasitas 8
orang. Woiih mercy lagi, aku kagum . Sopirnya belanda totok, Vony duduk
di belakang bersama ibu-ibu dan aku duduk di depan mendampingi Sopir.
Dengan
lagak bahasa Belanda aku tegur supir, bunyinya aja deh ya “ guye
morgen,” di sambut juga dengan bahasa belanda selamat pagi. “ Hu hate
met yo,” di jawab gud,” Lalu dia tanya aku apa bisa bahasa belanda “
Mbeitje” . Ya sedikit aja yang ku tahu.
Teguran ini hanya untuk
mencairkan suasana agar tidak kaku dengan pak Sopir. Di belakang si bule
Vony sedang diinterview sama mak-mak, sampai dia bingung mau jawab,
abis semua pada nanya.
Kami mengunjungi museum Heineken, pabrik bir
yang punya museum. Aku di sana puas juga menenggak bir. Dari sana kami
ke sex museum. Wah ibu ibu pada cekikikan melihat berbagai alat peraga.
Kalau mereka pergi ama suami dan pasti ada anak-anak mana mungkin
kunjungan ke tempat ginian..
Perut sudah mulai keroncongan, aku minta
pak Sopir untuk menuju salah satu restoran Indonesia di Amsterdam.
Untungnya waiternya banyak orang Indonesia, jadi komunkiasi gak ribet.
‘’ Eh lha kok ada gado-gado, “ kata Bu Shinta.
Setelah kenyang aku
minta pak Sopir mengarahkan kendaraan agak keluar kota menuju pasar Keju
. Disana berbagai macam keju di jajakan. Ibu-ibu sudah histeris ingin
membeli bermacam-macam keju, tapi kuingatkan bahwa perjalanan masih
panjang. Mereka akhirnya membeli ala kadarnya untuk sekedar icip-icip.
Ada
satu desa apa namanya ya aku lupa, Aku sudah janjian di sana ada acara
belajar memasak masakan Belanda. Pemandangan luar kota yang menawan
dengan kincir angin. Sebuah rumah yang kami tuju kebetulan dekat pula
dengan kincir.
Kami disambut dan rombongan di bawa ke bagian belakang
bangunan. Di sana rupanya sudah disiapkan berbagai bahan makanan dan
bahan kue. Pemiliknya ibu-ibu gendut Belanda totok, tapi masih bisa
bahasa Inggris. Di sinilah Vony berperan, Ia menterjemahkan penjelasan
mengenai resep dan cara memasak . Sementara mereka sibuk dan asyik aku
pinjam sepeda dan berkeliling desa dengan sepeda.
Dua jam lebih
mereka asyik dengan berbagai resep makanan dan kue. Sementara si Vonny
bukan hanya sibuk menterjemahkan, tetapi juga repot menulis resep yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Wajah puas terlihat dari air
muka anggota rombonganku. Mereka memuji acara yang aku susun hari ini.
Aku katanya berbakat jadi tour leader. Beberapa dari mereka meski sering
ke belanda, tetapi fokus perhatiannya hanya belanja dan tempat tempat
yang umumnya dikunjungi turis. Sedang acara yang aku susun sebisa
mungkin mereka bisa merasakan kehidupan Belanda. Nanti kalau kembali
lagi dari tour sebelum bertolak kembali ketanah air bakal ada acara yang
heboh dan gak mungkin mereka mendapatkannya tanpa bersamaku. Aku akan
menulisnya pada episode berikutnya.
Setelah kembali ke hotel, anggota
rombonganku menyarankan agar Vonny di ajak saja keliling Eropa, dia
orangnya baik dan smart. Aku lalu mengatakan bahwa masih ada vonny vonny
lain yang menunggu di masing-masing negara, tenang aja.
Setelah
mandi dan badan segar lagi, ibu-ibu menanyakan apa acara malam ini. Aku
jelaskan bahwa malam ini kita perlu cepat tidur, sebab besok pagi sekali
harus sudah berada di stasiun kereta untuk menuju Brusel. Kami makan
malam di restoran di hotel yang ternyata menghidangkan menu prasmanan
dari berbagai selera, dari mulai oriental sampai Eropa.
Jam 9 kami
sudah kembali ke kamar masing-masing. Matku masih segar belum mengantuk,
Bu Henny dan Bu Venny juga begitu. Dia hanya berganti baju tidur,
sedang aku memakai celana pendek dan kaus oblong. Bel kamar berbunyi dan
aku buru-buru membukakan pintu. Ternyta 3 ibu-ibu tadi langsung
menyerbu masuk kamar. Suasana jadi seperti pasar, semua berceloteh. “ Eh
di Amsterdam ini tontonan life shownya katanya bagus lho, apa kita
nggak nonton, “ tanya Bu Shinta.
Aku menjelaskan daerah lampu merah
tempat pertunjukan itu agak rawan. Aku khawatir kalau kita kesana malah
diperas. Mereka akhirnya paham, mengapa aku tidak mengacarakan melihat
live show.
“ Udahlah dari pada nonton live show di luar, di sini aja
kita buat live show,” kata Bu Vence. Ibu ibu tidak mengerti aku juga
nggak paham.
“Gini kita buat acara live show, si Jay pemainnya dengan salah satu dari kita,” kata Bu Vence.
Tak
kusangka semua emak-emak itu malah antusias dan setuju dengan gagasan
bu Vence. Aku lalu berpikir bagaimana cara memilihnya. Tiba –tiba masuk
ide buat arisan. Maksudnya aku membuat gulungan kertas dan di dalam
kertas itu aku tulis no urut 1 sampai 5. Siapa yang dapat no 1 dialah
yang akan menjadi pasanganku pertama. Ok semua setuju dan mulai lah
dikocok.
Pemegang No 1 ternyata Bu Henny. Dia tersipu-sipu malu. Yang
lainnya bertepuk tangan. Aku lalu mengatur pentas yaitu sofa bed dan di
sekiliingnya ku gelar bed cover sehingga ibu bisa nonton sambil lesehan
di bawah.
Lagu dari saluran hotel dikeraskan volumenya.Aku memilih
lagu klasik. Sebelum aku memulai pertunjukan aku meminta suasan yang
seimbang. Semua penonton kuminta juga telanjang. Semua setuju lalu buka
baju. Jadilah kami bereman bugil. Aku berbisik kepda Bu Henny, agar dia
pura-pura mendesah dan agak mengeraskan suaranya. Ini maksdunya untuk
membuat para penonton iri dan mudah-mudahan mereka akan tersiksa karena
terangsang. Bu Henny setuju dan mengangguk.
Aku masuk ke kamar mandi
dan menyabuni kemaluanku sampai wangi, Bu Henny juga melakukan hal yang
sama. Kami keluar dari kamar mandi bergandengan dengan telanjang.
Kami
duduk di tepi sofa bed lalu aku mulai mencium bibir bu Henny dari
posisi duduk akhirnya Bu Henny menarik tubuhku sampai aku menindih
badannya. Aku entah berbakat, atauentah karena dorongan ingin
mengiming-imingi penonton bisa berlagak main dengan hot.
Bu Henny
yang aku ciumi kedua putingnya mulai menggeliat-geliat sambil mendesis
dan mengerang. Saranku diikutinya. Dengan gerakan lambat mengikuti irama
lagu klasik aku mulai menciumi kemaluannya. Bu Henny makin mengerang
keras. Dia ternyata berbakat pula. Aku memutar posisi sehingga kami jadi
69. Bu Henny melumat batangku sambil bersuara seperti menyedot kuah di
sendok, atau seperti orang kepedasan.
Para penonton aku lirik mulai
terpaku dan semuanya diam. Sambil aku mengoral Bu Henny jariku masuk ke
dalam vaginanya . Kami main hampir 30 menit lalu Bu Henny berteriak
dengan irama yang sangat merangsang. Dia benar-benar mencapai orgasme.
Aku mengubah posisi Bu Henny agar kami bisa bermain dog style, lalu
beganti posisi WOT, berubah lagi Bu Henny duduk di pangkuan ku . Kami
bermain sampai sekitar 10 posisi kamasutra. Kulirik ibu-ibu penonton
mulai gelisah. Kembali ke posisi MOT aku menggnjot keras sambil bersuara
dan Bu Henny juga melenguh aku hampir mencapai tapi udah keburu di
dahuli bu Henny di mengerang panjang sekali dan aku terpaksa berhenti
sejenak. Setelah O nya reda aku kembali menggenjot dengan kasar dan
ketika akan ejakulasi kutarik batangku dan ku lepas di atas perut Bu
Henny.
Semua penonton tepuk tangan. Padahal sebelumnya aku melirik
mereka menekan-nekan susunya dan tangannya menangkup dikemaluan. Horny
juga para penonton rupanya.
“Wah sialan shownya merangsang bener,”
“Iya nih gua sampai becek,”
Aku bangkit ke kamar mandi dan membersihkan batangku dengan sabun dan menyirami tubuhku dengan cologne.
Aku kembali dengan batang yang gontai lemas tergantung. Aku lalu menanyanyakan apa show mau dilanjutkan.
“Emang situ masih kuat, “tanya bu Shinta.
“Kita lihat aja nanti, saya siap menghadapi 5 musuh sekalian, “kataku sumbar.
“Lanjut,” kata Bu Dina.
Aku lalu menanyakan siapa yang tadi dapat gulungan no 2.
Ternyata Bu Vence.
Dia
kupersilahkan naik ke panggung dan kuminta mengoralku agar penisku
bangkit. Dia menurut, karena dia rupanya sudah terangsang berat. Ini
terasa dari gerakannya mengorlaku dengan semangat. Batangku yang sedang
loyo, di sedotnya kuat-kuat seperti menyedot darah dari tubuh lain agar
berkumpul ke penis.
Aku mulai berakting mengerang-erang. “ Ayo Ven sikat terus, “ kata Bu Shinta.
Barangku
pelan-pelan mulai bangun sampai akhirnya keras cukup sempurna. Aku
merasa tidak perlu mengoral Bu Vence. Aku langsung memeluk dia dan
mengatur agar dia berada di atas duduk besimpuh. Gerakannya nggak
kareuan karena dia juga mengernang sambil meremas sendiri susunya.
Permainan dengan Bu Vence cukup 10 menit dia sudah game dan ambruk.
Aku
merasa ejakulasiku masih lama. Aku lupa menjelaskan sebelum ini bahwa
selain aku makin mahir melakukan terapi frefleksi dan hipnoterapi, aku
juga mendalami latihan pernafasan. Olah nafas ini sangat membantu
pengendalian diri, termasuk pengendalian ejakulasi.
Berikutnya No 3
adalah Bu Dina. Dia mengambil posisi rebah dan aku mulai merangkak
diatas tubuhnya. Aku memulainya dengan menciumi kedua putingnya. Bu Dina
yang susunya besar, mendesis-desis. Batang penisku yang dari tadi
menunggu giliran segera kubenamkan ke tubuh bu Dina. Dia berteriak
ketika batangku menguak rongga vaginanya. Dia berteriak bukan menunjukan
rasa sakit, tetapi di berteriak karena enak.
Aku mulai menggenjot
dengan gerakan lamban sambil mencari posisi yang paling dirasa enak oleh
Bu Dina. Ketika aku baca responnya dia mendesis-desis maka aku berusaha
bertahan pada posisi itu. Gerakan makin ku percepat dan sekitr 7 menit
Bu Dina sudah menjerit orgasme.
Pemegang No 4 adalah Bu Venny. Dia
langsung tidur telentang dan kedua kakinya ditekuk. Aku diminta
mengoralnya dulu. Apa kata para tuan putri aku harus menurutinya. Aku
segera mengoral. Clitorisnya sudah mengeras. Aku lalu memusatkan ke
benjolan itu. Dia mengerang dan menggelinjang ketika lidah ku menyapu
clitnya. Aku juga memasukkan jariku ke dalam sambil mengelus elus liang
vaginanya. Belum ada 5 menit dan belum juga orgasme dia sudah menarik
badanku ke atas agar aku menindihnya dan dia buruburu memasukkan
batangku ke dalam vaginanya.
Begitu terbenam aku segera mengenjotnya.
Dia mengerang berulang ulang dan tiba-tiba menarik pantatku kuat sekali
lalu dia melenguh panjang. Beliau nyampe dan tepuk tangan kembali
terdengar.
“Jay cuci dulu Jay,” kata Bu Shinta yang memegang undian
no 5. Aku tidak membantah dan berjalan ke kamar mandi membersihan
sekitar kemaluanku dengan sabun sampai dua kali dan badanku kembali
kusiram cologne. Aroma segar memancar dari tubuhku sehingga semangatku
bangkit kembali.
Bu Shinta memintaku tidur telentang dia akan
melakukan woman domination. Dijilatinya kedua putingku lalu perutku lalu
paha dan turun ke lutut. Lutut adalah kelemahanku. Aku merasa sangat
kegelian jika lutut dijilati begini, aku menggelinjang kegelian. Dia
makin bersemangat aku makin kegelian. Untunglah dia segera naik dan
mengulum penisku. Aku mulai berakting dengan suara erangan. Hu Shinta
makin semangat. Rupanaya dia jadi tambah on sehingga Dia segera
mendudukiku dan batangku ditelan oleh vaginanya..
Bu Shinta bergerak
liar maju mundur dan naik turun sambil mengerang-erang sendiri. Hampir
10 menit dia memacuku sampai akhirnya dia jatuh lemes telungkup
menindihku. Vaginanya terasa berkedut berkali-kali.
Jika aku turuti
nafsuku, aku ingin juga berejakulasi. Namun jika aku sampai ejakulasi,
maka badanku akan lemas dan energi untuk menggembala ibu-ibu ini jadi
lemah. Aku terpaksa menahan diri tidak mengejakulasi. Ilmu mengendalikan
diri seperti ini memang paling berat diantara mengendalikan nafsu-nafsu
lainnya. Namun karena tekadku keras akhirnya aku berhenti taanpa
ejakulasi.
Semua ibu-ibu lawan mainku mengagumiku. Mereka
mengelus-elus rambutku dan menyatakan salut atas keperkasaanku. Aku
sebetulnya bukan perkasa. Aku berusaha tidak menikmati permainan ini dan
larut dengan nafsu dan juga mengendalikan pernafasanku untuk menahan
gejolak birahi yang terus mendongkrak-dongkrak.
Seluruh live show
berakhir dalam waktu sekitar 2 jam. “ Wah ini pertunjukannya lebih
hebat, kita pun bisa terlibat, gratis lagi,” kata Bu Shint yang sudah
kembali berpakaian.
Mereka sudah kembali berpakaian sementara aku
masih bugil dengan senjata terus menodong kemana-mana. Untuk
menentramkannya aku masuk ke kamar mandi dan mandi dengan air dingin.
irnya dingin sekali, sampai batngku jadi ciut pula.
Aku merasa segara
dan ketika aku keluar dari kamar mandi kamar sudah temaram danibu-ibu
dari kamar sebelah sudah kembali. Bu Dina memanggilku. Aku dimintanya
tidur diantara dia dan Venny. Aku tak kuasa menolak.
Tapi sebelumnya
aku harus telpon ke front office agar morning call jam 5 pagi. Ke kamar
sebelah juga kuminta morning call jam 5 pagi. Sebab besok kami
dijadwalkan berangkat dengan kereta api Thalys ke Brussel jam 7 pagi
kurang 4 menit.
Aku jatuh tertidur lelap dipeluk dari kanan kiri oleh dua wanita yang mengagumiku.
- TAMAT -
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment